Kisah Dari Petugas Haji Mengenai Jamaah Haji Yang Bertato

Kisah Dari Petugas Haji Mengenai Jamaah Haji Yang Bertato

Ini sepenggal kisah yang tersisa dari para petugas haji selama mengurus jemaah, khususnya yang bertugas di wilayah kerja Jeddah. Saat kedatangan jemaah ke tanah suci, para petugas inilah yang menyambut dan memenuhi keperluan jemaah. Operasional haji sendiri resmi ditutup Rabu kemarin, 5 November 2014


Salah satu petugas yang kerap menjadi sandaran jemaah adalah Washolikin Sohari Hasan, 33 tahun. Washolikin masuk dalam tim Perlindungan Jemaah.

Suatu hari, katanya, saat kedatangan jemaah gelombang kedua dari daerah Lampung, ia melihat seorang jemaah pria yang seluruh tangannya bertato. "Tinggi besar, tatonya kelihatan karena dia sudah mengenakan kain ihram," kata Washolikin.

Ketika itu, cerita Washolikin, jemaah bertato ini sedang mendorong kursi roda yang diduduki jemaah yang sudah tua dan tampak tak berdaya. Kursi roda yang didorong si jemaah bertato itu menuju kamar mandi yang berderet di Plaza E, Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Rupanya, jemaah sepuh yang berada di kursi roda belum mandi untuk melaksanakan umrah wajib.

Washolikin yang sedang bertugas kemudian membantu memandikan si jemaah. "Saya pikir jemaah yang tatoan itu anaknya, sebab dia dorong-dorong kursi roda itu sejak turun pesawat. Ternyata sewaktu saya tanya, dia mengaku bukan siapa-siapa, tidak ada hubungannya dengan jemaah yang dia dorong. Ternyata meski bertato, hatinya lebih mulia dari yang lain," kata Washolikin.

Pria dengan satu anak ini menuturkan, tidak bisa dihitung jari berapa kali sudah memandikan jemaah. "Saya selalu ingat orangtua saya, kebetulan Bapak saya juga kondisinya mirip kebanyakan jemaah yang risti, sudah susah berjalan," ujar dia dengan mata berkaca-kaca.

Pernah suatu hari, dia menambahkan, melihat bapak-bapak yang sudah sangat tua didorong istrinya ke toilet. Jemaah di kursi roda ini sulit berjalan dan bicara akibat stroke. Karena wanita dilarang masuk ke toilet pria, Washolikin mengambil alih peran istri si jemaah.

"Saya pikir jemaah ini mau wudhu, karena nggak bisa bergerak, maka saya bantu berwudhu dengan mengusapkan air ke mukanya, tangannya," kata dia.

Sewaktu sedang membantu si bapak berwudhu, Washolikin mencium bau tidak sedap. Curiga, ia pun membuka kain ihram si bapak yang ternyata bukan hendak wudhu tetapi buang air.

"Kainnya saya buang, saya bantu bersihkan, tapi jemaah ini sempat menolak. Saya teringat Bapak saya, kalau saya biarkan umrahnya nanti tidak sah. Saya bicara baik-baik, akhirnya si bapak bersedia saya mandikan," kata dia.

Washolikin juga beberapa kali menemui jemaah yang tampak kebingungan dan stres selama dua bulan lebih menjadi petugas haji.

"Usia bapak ini sekitar 50 tahunan, dari embarkasi Jakarta. Tadinya biasa saja, tetapi sewaktu semua orang berganti baju ihram, dia tampak ketakutan, tidak mau dekat-dekat dengan jemaah," kata dia.

Saat didekati petugas, jemaah ini juga menolak dan berontak. "Entah apa yang terjadi dengan bapak ini, namun terkadang ada saja yang tiba-tiba berubah, percaya tidak percaya," katanya.

Si bapak yang menolak didekati petugas dan jemaah berbaju ihram ini pun akhirnya 'diamankan' tiga orang. Petugas kesehatan sampai harus turun tangan memberikan suntikan penenang. Tetapi tetap saja dia berontak sampai 30 menit. Terpaksa jemaah diangkut ke bus dan dipakaikan baju ihram. "Saya cuma berdoa semoga umrahnya sah," katanya.

Kena Batunya

Washolikin juga berkisah tentang seorang jemaah asal Aceh, Ilyas bin Basja Puteh, yang kerjanya setiap hari mengeluhkan petugas haji, baik di kloternya maupun petugas-petugas non kloter. Semua petugas dianggapnya tidak becus.

Saat sampai di bandara untuk kepulangan ke tanah air, jemaah ini kehilangan tasnya yang berisi handphone, kamera digital dan uang senilai US$900 dan 100 riyal atau sekitar Rp10 juta.

"Dia sudah pasrah dan menganggap hilang. Kami mencoba menghubungi pihak hotel transit tapi tidak ditemukan. Untung ketua kloternya rajin mencatat nomor telepon sopir. Setelah sopir ditelepon, ternyata tasnya ada di kursi," kata dia.

Tas itu pun diantar ke bandara untuk dikembalikan kepada Ilyas. "Dia senang sekali, bahkan mau memberi US$100, saya nggak mau karena komitmen kami membantu. Akhirnya dia meminta maaf kepada semua petugas atas sikapnya selama ini. Sepertinya dia disadarkan, bahwa petugas memang bekerja untuk melayani jemaah," kata Washolikin.

0 Response to "Kisah Dari Petugas Haji Mengenai Jamaah Haji Yang Bertato"

Posting Komentar